Heyy people :)
aku mau cerita nih dy.. kemaren kemaren pas aku udah selesai ulangan umum aku buka lemari bukuku dan ga sengaja nemuin ini buku
Novel Chicken Soup for the father's soul "Gadis Kecil Kesayangan Ayah"

aku beli ini dimana yaa? lupa. tapi kalau tanggal belinya tanggal 27 Desember 2007, hmmm sudah 3 tahun lebih novel ini bersemayam di lemari bukuku..
aku suka buku ini, sangat. sudah beberapa puluh kali aku membaca novel ini.
Tentang ayah.
ya, ayah adalah sosok pria yang paling penting dalam hidupku.
ayah adalah laki-laki nomor 1 dihatiku.
ayah adalah seseorang yang paling kusayangi didunia.
ayah adalah pria paling tangguh,pintar,penyayang dan sempurna.
ayah adalah segalanya bagiku.
ayah adalah..
tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
dan aku adalah gadis kecil kesayangan ayahku.. :")
itulah alasan mengapa aku membeli novel ini dan menjadikan novel ini menjadi salah satu novel terfavorite ku.
disini, aku ingin berbagi cerita-cerita di dalam novel ini, cerita favorite ku diantara cerita-cerita yang lain..
dan ini dia.. Selamat menikmati..
************************************************************************************
Bau Rerumputan
Hm, betapa sejuk dan tenang rasanya berbaring diatasrumput hijau yang baru saja dipotong. Aroma rumput yang basah ini langsung membawa ingatan Amber kembali ke masa ketika ia berusia empat tahun. Sambil terentang di rerumputan itu, Amber kecil menatap langit yang biru lembut. Ia dan ayahnya akan membayangkan awan-awan itu sebagai binatang, dan ayahnya selalu berkata awan-awan itu mirip gajah.
Tonggeret-Tonggeret akan bebunyi, bunyi khas musim panas. MEskipun panasnya membuat orang mati kepanasan, rumput halaman belakang yang sejuk itu merupakan tempat pelarian yang tepat untuk menyegarkan kembali diri Amber dan juga ayahnya.
Setiap kali Amber memikirkan musim-musim panas pada awal masa kanak-kanaknya, ia teringat akan rerumoutan, buah melon, es loli, kolam renang plastik, alat penyiram taman, langit biru, air yang jernih, serta rumput yang hijau. Amber keluar dari kenangannya dan membuka pintu depan. Akhir-akhir ini ia banyak berpikir tentang halaman belakangnya serta musim-musim panas yang dihabiskannya bersama ayahnya.
Ayah Amber telah meninggal pada tanggal 24 Agustus 1990, ketika ia berumur lima tahun. Ayahnya telah didiagnosa mengidap kanker pada musim panas itu, tetapi sengaja merahasiakannya dari Amber, karena ina tidak ingin menghancurkan beberapa minggu terakhir yang akan mereka lalui bersama. Belakangan ini Amber sering merindukan ayahnya; Selasa lalu Ayah seharusnya berusia empat puluh lima tahun. Meskipun Amber masih begitu kecil ketika ayahnya meninggal, ia ingat segala sesuatu tentang ayahnya. Senyumannya yang lebar, wajahnya yang coklat muda, tawanya yang menghibur. Amber menyukai tiap detik dari setiap hari yang dihabiskan bersama sang ayah; Amber memang putri kesayangan Ayah.
Amber menaruh barang-barangnya diatas meja ibunya dan memulai pekerjaan sejarahnya. Setelah dua puluh menit, ia melakukan peregangan dan melihat-lihat sekelilingnya. Ia memerlukan rautan pensil. Ia membuka tiap-tiap laci meja jati tua itu. Ia menemukan sebuah buku biru yang bergerigi di antara tumpukan buku-buku lain. Tangannya gemetar sewaktu meraba-raba sampulnya yang terbuat dari kulit. Amber menghirup napas dalam-dalam. Ia membuka buku itu dan mulai membaca tulisan cakar ayam yang ditulis dengan tintah hitam:
26 Juli 1990
Aku masih belum menyampaikan berita itu kepada malaikat kecilku. Setiap kali aku memandang kedua matanya yang manis, aku tidak dapat merangkai kata-kata untuk mengutarakannya dengan ringan. Aku tahu aku akan segera merindukannya. Andaikata aku dapat tetap hidup untuk menyaksikannya tumbuh; kami begitu mirip. Setiap hari aku berdoa kepada Tuhan agar Dia selalu membantunya tetap kuat dan cantik, dan aku tahu aj=ku akan mengawasinya, walaupun aku tidak hidup lagi di dunia ini. Aku akan sangat merindukan saat-saat menyenangkan yang kami alami ketika bermain direrumputan di halaman belakang. Aku akan menantikan kehadirannya untuk bermain denganku di Surga.
Amber meletakkan buku itu. Ia tidak perlu membacanya lebih lanjut. Diam-diam ia sudah terisak-isak sebagian karna sedih, sebagian karena bahagia, tetapi sebagian besar karena empat daun kecil yang kering jatuh dari buku ituke atas telapak tangannya.
***********************************************************************************
cheers,
Adinda Oya Duaty